Menelusuri Jejak Perkembangan Sains dari Intelektual Islam

Dalam sejarah, pemenang menentukan segala hal. Mulai dari hal yang bersifat pribadi sampai yang mencakup publik. Tentu sejauh ini belum ada aturan yang mencakup bidang yang sangat pribadi seperti menentukan posisi orang dalam buang air kecil atau besar, menentukan harus menggunakan jari yang mana untuk mengambil kotoran hidung, atau menentukan jerawat wajah yang mana yang harus ditekan.

Dengan asumsi seperti itu, pemenang akhirnya menentukan sejarah mana yang memiliki otoritas resmi, sehingga ketika ada sejarah yang tidak sesuai dengan versi pemenang, maka sejarah itu akan dianggap menyimpang. Tidak jarang, para pemenang ini akan membabi buta memberantas sejarah versi lain tersebut.

Sejarah pengetahuan dan teknologi juga tidak luput dari radar “mata” pemenang. Kontestasi pengetahuan terjadi dalam setiap periode. Terkadang hal ini dimenangkan oleh sikap ignorance dari masyarakat yang menjadi penerima manfaat. Akhirnya mereka yang memiliki modal aparatus yang lebih banyaklah yang menjadi pemenang, walaupun suara-suara penantang status-quo akan juga selalu ada di setiap periode.

Islam selain sebagai sebuah sistem dan budaya keagamaan, ia juga mengusungkan sebuah penemuan taktis yang masih digunakan hingga saat ini. Sumbangsihnya kadang tersamarkan oleh citra Barat—yang sering digaungkan sebagai wilayah superpower—yang di Abad 21 ini sudah mulai luntur citra tersebut.

Memangnya apa saja sumbangsih Islam dalam hal pengetahuan yang luput atau terlupakan di benak masyarakat? Mari kita telusuri jejak pengetahuan itu.

*Matematika*

Al-Khwarizmi, seorang matematikawan yang berasal dari Persia pada abad ke-8 berhasil menyederhanakan angka-angka India dan Babilonia ke dalam suatu sistem yang mudah digunakan oleh siapa saja (Rukmana, 2018:116).

Ia berkontribusi dalam ilmu hitung yang mengkombinasikan sistem perhitungan India, yang menggunakan sembilan angka Arab, dengan titik sebagai angka nol. Al-Khuwarizmi, yang namanya telah menghasilkan kata ‘algoritma’, juga berkontribusi untuk meletakkan dasar-dasar aljabar Islam (Hasan dan Hill, 1988:24).

Umar Khayyam, yang sekarang lebih terkenal di Barat sebagai penyair ‘Omar Khayyam’, membuat kemajuan yang cukup besar dalam bidang ini. Ia mengklasifikasikan persamaan tingkat ketiga (yang mengandung x3) ke dalam 25 kategori dan kemudian mencoba menyelesaikannya, memberikan solusi numerik untuk persamaan tingkat pertama dan kedua (yaitu yang mengandung x dan x2), dan solusi geometris (dengan menggunakan irisan kerucut) untuk persamaan tingkat ketiga (Hasan dan Hill, 1988:25).

Geometri Islam muncul atas studi mendalam tentang karya-karya Yunani, dan juga dipengaruhi oleh Siddhanta (Kesimpulan Akhir) India. Kemudian juga penggunaan irisan kerucut untuk memecahkan masalah dan membuat perhitungan. Geometri diterapkan dengan sukses di bidang survei dan konstruksi mesin, termasuk mesin pengepungan. Dan tidak diragukan lagi bahwa umat Islam adalah penemu trigonometri bidang datar dan bola. Orang Yunani telah menghitung tabel tali busur, tetapi dengan umat Islam fungsi sinus, kosinus, dan tangen menjadi lebih jelas (Hasan dan Hill, 1988:25).

*Astronomi*

Di bidang astronomi, masyarakat islam menciptakan Zij, sebah buku tentang astronomi ruang, waktu ketinggian matahari, dan arah matahari. Masyarakat islam menggunakan buku tersebut untuk menentukan waktu-waktu shalat. Masyarakat Islam juga membangun pusat-pusat penelitian dan observatorium yang digunakan untuk melihat fenomena langit angkasa seperti Observatorium Besar di Samarkand, Uzbekistan (Rukmana, 2018:116).

Ilmuan islam juga berkontribusi dalam mengoreksi banyak nilai numerik Helenistik untuk kuantitas astronomi, termasuk kemiringan ekliptika (yaitu sudut antara lintasan Matahari yang tampak – ekliptika – dan ekuator langit, lingkaran referensi besar lainnya di langit) (Hasan dan Hill, 1988:26).

*Fisika*

Dalam dunia fisika, ada Al-Biruni membuat perhitungan pengukuran berat zat (specific gravity). Dia juga membuat piknometer, yaitu suatu alat untuk menentukan berat jenis cairan berupa gelas bulat. Selain Al-Biruni ada juga Al-Khazini yang berhasil mencatat gravitasi pada benda padat dan cair. Lalu dia yang membentuk standar pengukuran neraca, dan membuat teori sistem kapiler serta sistem pengungkit sederhana (Rukmana, 2018:116-117).

Al-Haytham dalam karyanya Kitab al-manazir (Buku tentang Optik) menjelaskan sinar cahaya mulai dari objek dan bergerak menuju mata, bukan sebaliknya sebagaimana yang diyakini oleh orang Yunani. Dalam bukunya juga menjelaskan senja astronomis terjadi ketika matahari berada di 19 derajat di bawah cakrawala yang terjadi karena ada pembiasan atmosfer dan ini terjadi dengan ketinggian atmosfer pada 52.000 langkah. Ia juga menjelaskan dengan tepat pembiasan oleh atmosfer Bumi sebagai penyebab terangkatnya posisi benda langit yang tampak di atas cakrawala, dan pelebaran diameter tampak Matahari dan Bulan ketika keduanya berada di dekat cakrawala. Al-Haytham juga menemukan aberasi sferis (kegagalan lensa untuk membawa sinar yang melewati tepinya agar fokus pada titik yang sama dengan sinar yang melewati daerah pusatnya), dan merupakan orang pertama yang mendeskripsikan kamera obscura. Karya-karyanya ini sangat memberi pengaruh kepada perkembangan ilmu pengetahuan di Abad Pertengahan (Hasan dan Hill, 1988:27).

*Kimia*

Dua ahli kimia Muslim yang paling berpengaruh adalah Jabir b. Hayyan dan Abu Bakr al-Razi. Jabir mengelompokan tiga jenis mineral: spirit (yang mudah menguap saat dipanaskan); logam; dan zat yang dapat direduksi menjadi bubuk. Selain itu Jabir juga mengungkapkan teori asam basa, teori tentang sulfur-air raksa. Implikasinya, hal ini dari penggunaan bahasa Arab yang digunakan dalam teknologi kimia modern seperti alambique, alchemy, alcohol, azi muth, elixir, henna, nadir, saffron dan lain-lainnya (Rukmana, 2018:116-117).

Sedangkan Al-Razi, telah memberikan sumbangsih yang berharga tentang peralatan di laboratoriumnya dan proses kimia seperti distilasi, larutan, kalsinasi, penguapan, kristalisasi, sublimasi, filtrasi, amalgamasi, dan ceration (Hasan dan Hill, 1988:27-28).

Itu semua masih bagian kecil dari sumbangsih intelektual islam dalam perkembangan dunia sains. Tetapi bagian kecil di atas merupakan ilmu dasar yang masih digunakan hingga saat ini. Meski begitu, kenyataan di atas seringkali luput dari generasi-generasi sekarang. Acapkali tertutup dari bayang-bayang ilmu pengetahuan dari Barat.

Dompet Dhuafa melalui Cordofa juga melahirkan generasi-generasi da’i yang tidak hanya cakap dalam melakukan dakwah, juga menguasai ilmu-ilmu pengetahuan. Mulai dari budaya bahasa, kepemimpinan, hingga public speaking.

Cordofa memiliki komitmen untuk meningkatkan kapasitas para da’i yang mengemban amanah untuk mencerdaskan bangsa dan negara dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Mulai dari peningkatan kapasitas dalam program Dai Ambassador, Dai Perkantoran, Dai Samudera, Dai Pemberdaya, dan dai di Pesantren Pemualaf Indonesia.

Semoga dengan ini mampu meningkatkan motivasi dan memberikan stimulus para generasi sekarang untuk mencintai warisan dan kontribusi sains dari para pendahulunya. Semoga juga ini juga mendorong inovasi-inovasi baru hingga menciptakan perubahan besar dalam kehidupan publik. (Arifian Fajar Putera/ Dompet Dhuafa)

Sumber:

Al-Hassan, Ahmad Y dan Hill, Donald R. 1988. Islamic Technology: An Illustrated History. Paris. UNESCO.

Rukmana, Aan. 2018. Peran Teknologi di Dunia Islam. Mumtaz. Vol.2 No.1. Hal.111-120.